Kamis, 05 September 2013

Kepemimpinan - Materi Pembentukan Karakter


Pembentukan Karakter - Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, “Siapakah saya ? Apa Karakter saya ? Kepribadianku ? Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Mengapa saya bisa seperti ini ? Mengapa saya berbeda ? Dan Bagaimana saya menjadi seperti sekarang ini 

Kerinduan untuk mengenal bagian terdalam diri kita itu wajar dan alamiah sebagai seorang manusia. Sebab hanya manusialah yang mempunyai kesadaran diri untuk bisa berpikir seperti ini. Nah, pertanyaannya adalah bagaimana proses pembentukan Karakter saya ? 

Bisakah saya mengambil bagian dalam tahapan – tahapan perkembangan Karakter saya ? Atau, jika kita telah menjadi seorang ayah atau ibu, bisakah kami berperan dalam proses pendidikanKarakter anak – anak kami ? Dan bagaimana caranya ? Apa yang harus kami pelajari dan kami ketahui ? Marilah kita simak sama – sama jawaban dari semua pertanyaan tadi. 

Teori Pembentukan Karakter

Berjuta – juta buku psikologi yang membahas mengenai pembentukan karakter manusia itu, salah satunya adalah Stephen Covey melalui bukunya 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif, menyimpulkan bahwa sebenarnya ada tiga teori utama yang mendasarinya, yaitu :
  1. Determinisme Genetis, pada dasarnya mengatakan kakek-nenek kitalah yang bebuat begitu kepada kita. Itulah sebabnya kita memiliki tabiat seperti ini. Kakek-nenek kita mudah marah dan itu ada pada DNA kita. Sifat ini diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya dan kita mewarisinya. Lagipula, kita orang Indonesia, dan itu sifat orang Indonesia.
  2. Determinisme Psikis, pada dasarnya orangtua kitalah yang berbuat begitu kepada kita. Pegasuhan kita, pengalaman masa anak-anak kita pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan susunan karakter kita. Itulah sebabnya kita takut berdiri di depan banyak orang. Begitulah cara orang tua kita membesarkan kita. Kita merasa sangat bersalah jika kita membuat kesalahan karena kita “ingat jauh di dalam hati tentang penulisan naskah emosional kita ketika kita sangat rentan, lembek dan bergantung. Kita “ingat” hukuman emosional, penolakan, pembandingan dengan orang lain ketika kita tidak berprestasi seperti yang diharapkan.
  3. Determinisme Lingkungan, pada dasarnya mengatakan bos kita berbuat begitu kepada kita – atau pasangan kita, atau anak remaja yang berkital itu, atau situasi ekonomi kita, atau kebijakan nasional. Sesorang atau sesuatu di lingkungan kita betanggungjawab atas situasi kita.
Sampai saat ini pengetahuan yang sama–sama kita miliki adalah bahwa Karakter kita dibentuk sedemikian rupa sehingga kita tidak memiliki kuasa ataupun kemampuan untuk turut campur dalam proses perkembangannya.  

Proses Pembentukan Karakter
Karakter adalah sebuah kata yang tidak ada artinya jika tidak dihubungkan dengan manusia. Gordon Allport mendefinisikan Karakter manusia sebagai kumpulan atau kristalisasi dari kebiasan-kebiasaan seorang individu. Sedangkan Chaplin mendefinisikannya sebagai kualitas kepribadian yang berulang secara tetap dalam seorang individu. Dari sudut proses pembentukkannya ada ahli yang mengatakan bahwa Karakter manusia itu adalah turunan (hereditas), sebagian lain lagi mengatakan lingkungan yang membentuk Karakter Kepribadianseseorang. Kita tidak mempersalahkan ataupun membenarkan salah satu pandangan di atas. Yang pasti kedua faktor di atas sangat berperan di dalam pembentukan Karakter Kepribadianseorang manusia. Tapi yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa kebiasaan   manusia setiap hari itulah yang akan membentuk Karakter seorang manusia. 

Tulisan berikut ini akan menyajikan beberapa aspek Kepribadian manusia yang perlu dibiasakan sejak dini pada anak atau pelajar sehingga dapat membentuk satu Kepribadian yang tangguh dan mandiri di waktu yang akan datang.

1.Responsility
Tanggung jawab dalam bahasa Indonesia terdiri dari dua kata penting yakni tanggung dan jawab. Tanggung berarti bersedia menerima apa yang ditugaskan kepadanya, bersedia memikul isi tugas yang dipercayakan kepadanya. Jawab dalam pengertian di sini berarti bersedia belajar dan memberikan penjelasan sesuai kompetensi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Aspek psikologis dari Tanggung jawab ini adalah keberanian menerima tugas, komitmen menjalankan, ketahanan mental selama menjalankan, dan keterbukaan untuk menerima konsekuensi positip dan negatip. 

Maka seorang yang disebut punya Karakter tanggung jawab berarti orang itu memiliki kesediaan untuk menerima, memiliki komitmen untuk menjalankan tugas tersebut sampai tuntas dan mengevaluasi serta menerima hasilnya baik positip maupun negatip. Tanggung jawab seorang anak (pelajar) adalah menerima tugas belajar. Sekali menerima tugas ini ia harus komit untuk menjalankannya hingga tuntas pada akhir tahun pelajarannya. Seorang pelajar harus membiasakan diri untuk selalu belajar. Ia bukan balajar untuk lulus ujian, atau supaya menyenangkan orangtua dan guru, tetapi ia harus belajar untuk hidup. Ia harus membangun suatu kebiasan bertanggung jawab dengan menjalankan setiap tugas yang diberikan kepadanya hingga tuntas dan dievaluasi untuk melihat hasilnya. Tanggungjawab adalah suatu aspek kepribadian yang perlu dibangun sejak   dini, mulai dari hal-hal yang sederhana yang akan menjadi dasar untuk hal yang lebih besar.

2.Self-Respect
Penghargaan terhadap diri sendiri mungkin dilihat banyak orang sebagai hal yang lucu. Karena penghargaan biasanya lebih banyak berhubungan dengan relasi dengan orang lain yaitu menghargai orang lain. Bahkan ada yang beranggapan ekstrim bahwa penghargaan terhadap diri adalah bentuk pemujaan diri. Terlepas dari anggapan di atas saya mau mengatakan bahwa penghargaan terhadap diri sendiri adalah dasar untuk menghargai orang lain. Bagaimana anda bisa menghargai orang lain kalau anda sendiri tidak menghargai diri sendiri? Penghargaan terhadap diri sendiri berarti berpikir positip, bersikap positip dan menerima diri sendiri sebagaimana adanya. Dengan berpikir positip terhadap diri, orang dapat menemukan potensi dan bakat yang terpendam di dalamnya. Lalu dengan menerima hal-hal positip dan negatip yang ia miliki, maka ia merasa aman dengan dirinya sendiri, dan akhirnya ia dapat tampil dengan penuh percaya diri. Penghargaan terhadap diri sendiri perlu dibangun sejak usia sekolah sehingga dapat menjadi dasar untuk kemajuan tugas-tugas yang akan dipercayakan kepadanya

3.Doing The Right Thing
Melakukan hal-hal baik merupakan aspek kepribadian yang perlu dibiasakan sejak dini. Kebiasaan baik ini dibentuk dengan latihan. Dan latihan melakukan hal-hal baik ini bisa terjadi di sekolah ataupun di rumah. Latihan di rumah akan didampingi orangtua, sedangkan di sekolah akan didampingi oleh guru. Orangtua dan guru hadir sebagai pendamping sekaligus motivator sehingga anak akan terus bersemangat melakukan hal-hal baik itu. Latihan yang dilakukan berulang kali akan sekaligus membentuk kebiasaan pada anak, dan selanjutnya kebiasaan ini akan menjadi bagian dari kepribadian anak itu sendiri. Seorang pelajar perlu dibiasakan untuk melakukan hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat sekitar, sehingga dengan demikian kebiasaan ini akan    berputar secara otomatis dalam hidunya setiap hari.

4.Respecting Others
Setiap orang tua dan guru di sekolah ingin supaya anak-anaknya memiliki kebiasaan menghargai orang lain. Sikap ini bukan hanya harapan orang tua dan guru tetapi adalah harapan setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika masih tinggal bersama orangtuanya di rumah, anak menjadi raja kecil. Semua permintaannya selalu dipenuhi, semua keinginannya selalu dikabulkan. Tetapi setelah ia masuk sekolah, ia akan bertemu dengan tantangan baru, yaitu teman-temannya yang juga memiliki keinginan dan kemauan sendiri. Di sini anak perlu didampingi untuk mengembangkan sisi penghargaan terhadap temannya yang lain. Ia perlu juga menahan diri, memberi kesempatan kepada teman lain, menerima pendapat dan keinginan teman lain, serta berani untuk menerima kekalahan. Sikap-sikap lain yang perlu dikembangkan untuk mendukung aspek ini adalah kesabaran, menerima orang lain, mendengarkan orang lain, dan mengakui kelebihan orang lain.

5.Preventing Conflicts & Violence
Konflik dan kekerasan sering identik dengan kaum muda. Pelajar yang adalah bagian dari kaum muda pun sering kena stikma ini. Tentu bukan tanpa alasan kaum muda mendapat stikma ini. Kenyataan membuktikan bahwa banyak terjadi tawuran antar pelajar, tawuran antara mahasiswa, dan tawuran pemuda antar desa. Kenyataan ini tentu memberi kita satu indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan karakter orang-orang muda kita ini. Apa itu? Mereka tidak dibekali dengan nilai-nilai kehidupan bersama yang patut diterima dan dihormati bersama. Selain itu oleh tekanan ekonomi dan tantangan hidup metropolitan yang begitu tinggi, menyebabkan mereka kehilangan pegangan hidup dan akhirnya sulit mengendalikan diri menghadapi konflik-konflik tersebut. Upaya membuat preventing terhadap konflik dan kekerasan antar pelajar adalah dengan memberikan beban pekerjaan rumah yang banyak sehingga ia sibuk dan hanya berpikir tentang tugas belajarnya, atau juga dengan memberikan kursus-kursus ketrampilan lain sesuai dengan bakat dan talenta yang dimilikinya. Selain itu anak juga perlu pandai memilih kegiatan yang tidak cenderung pada konflik dan kekerasan.

6.Saying No to Alcohol and Other Drugs
Mengatakan No kepada Alkohol dan segala jenis obat bius adalah harapan semua orangtua kepada anaknya. Bahkan bukan hanya para orangtua, tapi sekolah, dan masyarakat pun sangat setuju dengan komitmen di atas. Banyak orangtua selalu cemas dan dengan ketat memantau keberadaan anaknya supaya tidak sampai terjebak ke dalam kebiasan buruk di atas. Gampang mengatakan No kalau kita belum pernah mengalami nikmatnya minuman keras dan obat bius. Tapi adalah sulit kalau kita sudah terjebak dalam kebiasaan minumun keras dan obat tersebut. Banyak orangtua sampai menjual semua harta bendanya untuk memulihkan anaknya yang ketagihan narkoba. Bukan itu saja, tapi kondisi fisik dan psikologis anak itu juga sangat memprihatinkan. Maka para anak perlu diperingatkan untuk tidak mencoba-coba minum atau mengkonsumsi narkoba. Mengapa perlu say No to Alcohol dan other Drugs? Karena untuk menghindari diri dari jebakan kebiasaan buruk yang akan membawa seorang siswa kepada kehancuran kepribadian.

Berangkat dari semua kenyataan akan Karakter, maka dapat disimpulkan  :
  1. Bahwa binatang yang paling cerdas tidak mempunyai satupun anugerah ini. Dengan menggunakan metafora komputer, binatang diprogram oleh naluri dan/atau pelatihan. Binatang, dapat dilatih untuk bertanggung jawab, tetapi mereka tidak dapat mengambil tanggung jawab untuk pelatihan itu. Dengan kata lain, binatang tidak dapat mengaturnya. Binatang tidak dapat mengubah pembuatan programnya. Binatang bahkan tidak sadar akan pembuatan program tersebut.
  2. Karakter adalah wajah kepribadian seorang manusia. Mereka terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang berulang secara tetap pada setiap waktu dan tempat. Kebiasaan-kebiasaan ini tidak terbentuk satu kali jadi. Juga bukan bawaan sejak lahir, tetapi merupakan suatu kebiasaan yang terbentuk dari waktu ke waktu. Ia harus dilatih berulang kali hingga nanti tergerak otomatis. Para ahli mengatakan, ‘pertama-tama kau membentuk kebiasaan, setelah itu kebiasaanmu yang akan membentuk engkau.’ Mari kita membentuk kebiasaan positif terhadap anak-anak  sejak dini, sehingga kemudian kebiasaan itu akan otomatis membentuk Karakter Positif untuk menata masa depan yang sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar