Tidak seperti institusi atau kelompok komunitas yang ada ditanah air ini dalam setiap aktivitasnya, nyaris mengedepankan unsur cerimonial, gebyar unjuk kekuatan (show offorce) dibandingkan dari hakekat momentum yang digelar. Publisitas yang wah, instan serta vulgar. Usai aktvitas tenggelam dan terlupakan untuk pertama dan terahir kali tiada kesinambungan Lenyap ditelan masa, tiada kabar
berita, tinggal papan nama. Lantaran masing-masing gerakan mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan, usai kepetingan itu dinikmati usai pula gerakan tersebut. Tidaklah halnya dengan Gerakan Pramuka (GP) yang berpijak dari sejarah kebangkitan bangsa yang memadukan rasa nasionalisme dan patriotisme agar tetap terjaga negara kesatuan Republik Indonesia.
GP yang secara historis diawali melalui keputusan Presiden RI Soekarno tanggal 5 April 1961 nomor 121 tentang panitia pembentukan GP, dimana sebelumnya tanggal 9 Maret 1961 Presiden mengumpulkan para tokoh kepanduan Indonesia dan memerintahkan agar organisasi kepanduan diperbaharui disesuiakan dengan perkembangan dan pertumbuhan bangsa serta masyarakat. Karena ditenggarai ratusan jumlah organisasi yang mengatas namakan kepanduan Indonesia telah menyimpang dari tujuan semula mengusung pendidikan martabat moral pemuda justru bermisikan kepartaian, yang dapat memicu terpecah belahnya kesatuan dan persatuan bangsa. Karenya organisasi kepanduan harus dirubah dan dilebur kedalam organisasi yang diberi nama Praja Muda Karana disingkat Pramuka.
Merujuk pada pertemuan tersebut lalu ditetapkan dengan keputusan Preiden RI Nomor 238 tahun 1961 dengan lampiran anggaran dasar Pramuka serta susunan pengurus tingkat nasional disebut Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), yang didalamnya terdapat Kwartir Nasional (Kwarnas), Kwartir Nasional harian (Kwarnari). Selanjutnya tanggal 14 Agutus 1961 Mapinas dilantik oleh Presiden RI .Dihalaman istana negara diselenggarakan apel besar, kemudian dilanjutkan pawai keliling Jakarta. Ketua Kwarnas GP yang pertama Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima panji Gerakan Pendidikan Kepanduan Nasional Indonesia dari Presiden dan diteruskan kepada Gerakan Pramuka.
Hari pelantikan tanggal 14 Agutus 1961 inilah lalu ditetapkan sebagai lahirnya hari GP dan diperingati setiap tahun sampai sekarang. GP didirikan sebagai wadah pembinaan generasi muda yang bertujuan kearah pembentukan dan peningkatan kualitas manusia, berkperibadian, cerdas serta bertanggungjawab pada kelangusungan pembangunan bangsa. Pengkondisian ini termaktub dalam anggaran GP seperti berikut ”.
”GP mendidik dan membina anak-anak dan pemuda Indonesia dengan tujuan agar mereka menjadi: 1. Manusia berkepribadian, berwatak luhur yang kuat mental, tinggi, moral, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tinggi kecerdasan mutu ketrampilannya. Kuat dan sehat jasmaninya. 2. Warga negara Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada negara kesatuan Republik Indonesia, serta menjadi anggota mayarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara.”
Kandungan makna kat-kata kewajiban terhadap Tuhan, mengamalkan Pancasila, membangun masyarakat. Merupakan pengewejantaham paduan nilai religius dan nasionalisme (kebangsaan), yang merefleksikan harapan pada kehidupan layak, dunia dan akhirat dari keseimbangan prilakunya yang produktif dan positif.
Dalam konteks ini terjadinya proses pembentukan karakter yang berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara serta kemaslahatan ummat, menyingkirkan seluas-luasnya kepentingan pribadi dan golongan.
Ditengan kegalauan kebrutalan tauran pelajar, mahasiwa, serangan terorisme, narkoba, kriminal, korupsi tiada kata henti tertayang dengan pelakunya diawal difigurkan justru menjadi umpatan, vulgarisme sexual menjadi tontonan yang menggiurkan, penyalahgunaan dan wewenang serta penyimpanga prilaku lainnya. Menjadi hiasan media elektronik dan cetak dan buah bibir masyarakat, seakan bunda pertiwi ini dirundung malang, dan mestapa yang tiada akhir dalam kata gerah : Kerinduan kenyamanan ” tak kunjung datang. Lalu gonjang ganjing reformasi mandeg, reformasi tak selancar lidah menyebutnya….. Semua orang lalu eakan membalik sejarah reformai menjadi biangnya, menjadi ajang polmik, dibedah dan ditelusuri mencari pengakuan kebenaran atas kesalahan dan kealpaan kembali kepada Ruhnya Pancasila yang selama ini dibenamkan sebagai suatu simbolsiasi belaka Adalah solusi yang terbaik untuk menyelamatkan bangsa dari dekadensi kebiadaban moral yang kini luntur hampir disemua lini unsur dan strata , komunitas masyarakat. Bahkan ada tudingan karena dilenyapkannya mata pelajaran budi perkerti disekolah. GP dengan pola pendidikannya tidak pernah ikut latah, apalagi demonstratif dan atraktif. Tanpa ribut-ribut tetap eksis , pembentukan karakter bangsa yang bermartabat dan bermoral secara terstruktur dan sistimatis apa yang digaungkan oleh banyak kalangan realitanya konsep tersebut dilakukan oleh GP.
Diawali dalam proses pemilahan tumbuh kembang manusia dilakukan secara dini berjenjang dan berkesinambungan , mulai dari golongan siaga usia 6 – 10 tahun, golongan penggalang 11-15 tahun, golongan penegak 16- 21 tahun serta pandega dan racana 21 – 25 tahun. Metode pendidikan kepramukaan diaplikasikan dalam makna ” Belajar mengajar yang interaktif dan progresif, dengan muatannya yang dilaksanakan dialam terbuka, dalam permainan yang mengandung pendidikan, menarik dan menantang, dalam kelompok satuan terpisah bersipat kompetetif dengan menerapkan sisitem tanda kecakapan.
Tahapan kematangan kemampuan sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan jasmani kearah keterampilan yang profesional dicapai dan ditempuh melalui syarat-syarat tanda kecakapan (TKU) umum dan syarat-syarat kecakapan khusus (SKK) dengan refleksi melalui tanda-tanda kecakapan khusus (TKK) dibidang soial budaya agama dan teknologi.
Bagi peserta didik yang setara usia pemuda dan remaja ( penegak,pandega , racana) menjurus pada kajian dan pendalaman yang diarahkan kepada pengembangan minat, potensi dan bakat yang dimiliki melalui satuan karya (Saka). Seperti pengembangan minat bidang kelautan/maritim (Saka Bahari), bidang pertanaman dan pertanian (Saka Taruna Bumi), Bidang penerbangan/Udara (Saka Dirgantara), Bidang kehutanan (Saka Wana Bakti), Bidang Kamtibmas (Saka Bayangkara), Bidang Kesehatan (Saka Bakti Husada), Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana (Saka Kencana) serta bidang Hankam (Saka Wira Kartika).
Proses pembelajarannya dan pembinaan diarahkan dengan metode belajar sambil mengerjakan. (learning by doing), belajar sambil mengajar (learning by teaching), belajar sambil mendapatkan penghasilan (doing to earn), hidup untuk berbakti dan mengabdi (living to serve), usaha menghasilkan untuk kebutuhan hidup (earning to live). Orientasi prilaku yang diharapkan merupakan ajang penggodokan wadah/kawah candradimuka dalam enam unsur ketrampilan (personal skill) meliputi;
Pertama Keterampilan Spritual ’ adalah implementansi dari penempatan diri selaku hamba yang bertuhan, kepada perbuatan yang dilandasi norma religius. Sebagai mahluk ciptaan Tuhan dalam pengimbangan pemahaman hak dan kewajiban sesuai dengan agama dan kepercayaan pemeluknya. Serta merefleksikan kehidupannya sebaga warga negara dengan idiologi Pancasila, dan sebagai anggota dengan Satya dan Darma Pramuka.
Kedua Keterampilan Emosional ” Adalah keterampilan yang senantiasa dimiliki oleh anggota dalam pengendalian emosi menjadi sikap mentalitas yang berimbang, sehingga menjadi konsekwen yang terukur saat berbenturan dengan masalah tanpa kehilangan jati diri. Sebagai seorang mahluk yang bersikap arif dan bijak pada nilai-nilai kemanusiaan ketika mengambil suatu tindakan mengedepankan moralitas dan peradaban manusia lainnya.
Ketiga Keterampilan Manajerial (managerial skill) ” Dengan keterampilan manajerial diharapkan pengelolaan kwartir dalam keorganisasian menjadi inti persoalan, dalam menganalisa visi dan misi mengaktualisaikan sikap-sikap kepemimpinan bagi seorang pengambil keputusan/kebijakan yang sukses menerapkan prinsip-prinsip manajemen.
Keempat Keterampilan fisik ” Keterampilan fisik menjadi posisi yang amat penting dalam sentuhann kebugaran yang prima menjadi kata kunci dalam penyelenggaraan pendidikan, tanpa fisik yang prima kesempurnaan dalam menjalankan pengajaran menjadi halangan. Khususnya muatan yang menuntut kebugaran, seperti halnya dalam alam terbuka, penjelajahan, olah raga dan yang lannya. Dengan fisik yang kuat menjadi dukungan yang signifikan dalam mencapai kesuksesan menterjemahkan muatan materi
Kelima Keterampilan mengenai alam ” Keterampilan mengenai alam merupakan implikasi logis.dalam menjawab tantangan penempatan pengetahuan dalam membaca tanda-tanda alam yang dapat dikenali.Memahami hakekat alam bagi peruntukkan hajat manusia, ekosistem fungsi alam, menjadi inspirasi dalam mengkondisikan diri pada suatu tindakan yang akurat bila tanda-tanda itu muncul dapat menjadi malapetaka.Namun dapat teratasi ketika penyelenggaraan suatu aktifitas.seperti pengenalan dengan kehadiran binatang, burung-burung laut yang berterbangan menuju daratan sebagai pertanda akan datangnya cuaca buruk. Begitu juga sebaliknya jika matahari terbit dengan pantulan sinar warna kemerahan yang terang mempunyai makna sebagai pertanda cuaca baik. Selain mensyukuri nikmat keindahan alam dengan segala isinya sebagai ciptahan Tuhan. Dengan demikan dapat mengantisipasi tanda alam itu, seperti sedia payung sebelum hujan, dapat disikapi adanya semut beriring yang tergesa-gesa masuk kedalam lubang atau sangakarnya sebagai pertanda akan datanganya hujan.
Keenam Keterampilan Sosial : Keterampilan yang harus dimiliki setiap anggota pramuka mengakar pada pembentukan kepedulian sosial (socius/berkawan), sebagai suatu proses jalinan interaksi mahluk soial manusia dengan lngkungan hidupnya (human relation).ketiika menjawab persoalan-persoalan hidup manusia yang tak luput dari ketergantungan dan saling membutuhkan , menghargai,membagi kasih, wujud dari kodrat tolong menolong pada konteks ,meringankan beban orang lain.
Interaksi sosial ini diaplikasikan dalam proses terjadinya bencana alam dengan penydiaan dapur umum, pertolongan gawat darurat pada korban, kemah bakti, pelestarian alam/.penghiajauan wira karya/pembuatan fasilitas jalan, pembuatan jamban keluarga dan lain lagi.Dengan memaknai dinamika interaksi sosial yang lansgung dilihat dan dialami, baik sebagai infidvidu maupun sebagai mahluk sosial akan melestari sebagai karakter peduli sesama manusia.
Pembinaan yang menyerasikan antara perbuatan dan kata (moral), antara ketinggian ketajaman akal antara perbuatan tanggungjawab bagi diri sendiri dan bagi negara, menyeimbangkan antara kebutuhan jasmani dan batiniah termaktub dalam kode kehormatan yang dsiebut dengan Tri satya :
” Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh, menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan Pancasla, menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat,menepati Dasa Darma. ”
Melalui jenjang pembinaan GP yang berkesinambungan dan berkelanjutan menjadikan anggotanya sebagai warga negera, tidak pesimis menghadapi tantangan zaman (reformasi yang keluar dari peruntukkan yang dicanangkan ). Sebab menghadapi dinamika kehidupan sebagai suatu tantangan bukan hambatan, bahkan memberikan suatu peluang dan motivasi kereatifitas, akomodatif, aspiratif , agitatif tetapi tidak demonstratif dan vulgar dalam bertindak, ditandai produktifitas aktivitas yang berorientasi pada kemaslahatan orang banyak (baca bangsa dan tanah air).menjadi pelopor bukan pengekor.
Dengan demkian pendidikan karakter bangsa dengan pola GP akan muncul manusia Indonesia pada wawasan peningkatan pengetahuan (Kognetif) rasa kepedalaman kepedulian (afektif) dan sikap kepemimpinan yang arif dan bijaksana (Behavioral psikomotorik). Dan GP sudah melakukannya pencitraan kepemimpinan dimasa datang, tanpa harus digembar gemborkan dan menepuk dada mngharap balas jasa dan kalung bunga.
Sumber: Gusjandjara Arni, Sekretaris Humas dan Protokol Jamnas IX Tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar